Makna Hukum
Internasional
Kata sistem menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung pengertian seperangkat unsur secara
literatur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau sistem
berarti susunan yang teratur dari pandangan, teori asas, atau, hal-hal lainnya,
sehingga membentuk suatu metode, sedangkan. Istilah hokum internasional dikenal
dalam berbagai istilahdan bahasa. Menurut bahasa Indonesia, hokum internasional
adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa, dan hukum antarnegara. Menurut
bahasa asing hukum internasional adalah international
law, common law, law of mankind, law of nations, transnational law ( Inggris), droil gens (Perancis), volkenrecht
(Belanda), volkenreet (Jerman), ius gentium/ius intergentes (Romawi).
Beberapa tokoh hukum internasional berpendapat seperti tertera pada tabel:
Pakar
Hukum Internasional
|
Pendapat
yang Dikemukakan
|
Hugo de Groot
|
Hugo
de Groot (Grotius) dalam bukunya De
Jure Belli ac Pacis (perihal Perang dan Damai) mengemukakan, bahwa hukum
dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas atau hukum alam dan
persetujuan beberapa atau semua Negara. Ini ditujukan demi kepentingan
bersama dari mereka yang menyatakan diri didalamnya.
|
Prof.Dr. J.G Starke
|
Hukum
Internasional adalah sekumpulan hukum (body
of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dank arena itu
biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
|
Prof. Dr.Mochtar Kusumaatmaja, S.H
|
Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara Negara
dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang bukan
Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
|
Wirjono Prodjodikoro
|
Hukum
internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antarbangsa di
berbagai Negara.
|
Dengan demikian,
system hukum internasional adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling
membentuk metode hukum secara internasional (melintasi batas Negara).
Berdasarkan makna
atau pengertian dari para ahli hukum penerapan hukum internasional dapat
dibedakan menjadi hukum perdata internasional dan hukum public internasional.
a. Hukum perdata internasional adalah hukum
internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga Negara di suatu Negara
dengan warga Negara dari Negara lain. (Hukum antarbangsa).
b. Hukum public internasional adalah hukum
internasional yang mengatur Negara satu dengan Negara yang lain dalam hubungan
internasional (Hukum antarnegara).
Asas Hukum Internasional
Berlakunya hukum internasional
dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa, terlebih dahulu harus
memeperlihatkan asas-asas berikut.
a. Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada
kekuasaan Negara atas daerahnya. Menurut asas ini, Negara melaksanakan hukum
bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahmya. Jadi, terhadap semua
barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing
(internasional) sepenuhnya.
b. Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada
kekuasaan Negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga Negara
di mana pun berada, tetap mendapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan extraterritorial.
Artinya, hukum dari Negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga Negara,
walaupun berada di Negara asing.
c. Asas Kepentingan Umum
asas ini didasarkan pada
kewenangan Negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam hal ini, Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua
keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum
tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu Negara.
Apabila ketiga asas
ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan antarbangsa.
Oleh sebab itu, antara satu Negara dengan Negara lain perlu ada hubungan yang
teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional.
Subjek Hukum
Internasional
Pada masa sebelum Perang
Dunia I meliputi Negara-negara yang bertindak melalui pemerintahan yang telah
diakui dan organisasi internasional.
Namun, dalam
perkembangannya, setelah Perang Dunia I setiap individu bertanggung jawab
langsung bagi tindakan-tindakan Negara. Individu yang semula bukan sebagai
subjek hukum internasional menjadi subjek hukum internasional.
Contoh:
Para pemimpin Perang
Nazi dan pemerintah Jepang yang terlibat dalam Perang Dunia II telah diadili di
pengadilan Nurrenberg dan Tokyo karena kejahatan perang. Mereka telah dijatuhi
hukuman yang berat seperti hukuman mati, hukuman seumur hidup, dan hukuman
penjara dalam jangka waktu yang cukup lama atas perbuatan-perbuatan individu
yang dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional.
Negara yang diakui
sebagai subjek hukum internasional harus mendapat pengakuan dari Negara-negara
lain. Dalam hal mengakui suatu Negara sebagai subjek hukum internasional,
terdapat dua teori pengakuan yang saling bertentangan.
Pertama: Pengakuan yang
konstitusif (constitutive theory at
recognition).
Teori ini menyatakan
bahwa meskipun sebelumnya sudah diakui secara legal sebagai Negara, namun
kenyataannya belum eksis sebelum diakui oleh Negara lain.
Kedua: Pengakuan yang bersifat
politis atau disebut pengakuan deklaratif (declarative
theory at recognition)
Menurut declarative theory at recognition ini
suatu Negara atau pemerintah yang baru biasanya dianggap eksis melaui penerapan
pengujian yang objektif, seperti kemampuan pemerintah untuk mengontrol dan
memelihara penduduknya tanpa menghiraukan apakah Negara lain akan mengakui atau
tidak.
Dalam perkembangannya
teori pengakuan deklaratif lebih
realistis dan kemungkinannya lebih baik digunakan untuk menjelaskan berbagai
praktik pengakuan yang digunakan oleh pemerintah zaman sekarang.
Oleh karena Negara
yang bukan satu-satunya subjek hukum internasional , subjek-subjek hukum
internasional dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a. Negara
Sejak lahirnya hukum
internasional, Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik.
Bahkan hingga sekarang masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada
hakikatnya adalah hukum antarnegara.
b. Tahta Suci (Vatican)
Tahta Suci (Vatican) sudah ada
sejak dahulu selain Negara. Menurut sejarah, “Paus” tidak hanya merupakan Kepala Gereja Roma tetapi memiliki pula
kekuasaan duniawi. Tahta suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatic di
berbagai Negara di dunia yang kedudukannya sejajar dengan wakil-wakil diplomat
Negara-negara lain. Perjanjian antara italia dengan Tahta Suci tanggal 11
Februari 1929 memungkinkan didirikannya Negara “Vatican” di Roma.
c. Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah
Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah.
Kemudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan
konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
d. Organisasi
1). Organisasi internasional
Public atau Antar pemerintah (Intergovernmental
Organization)
Organisasi internasional public
meliputi keanggotaan Negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan
teori pengakuan atau keduanya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
adalah mewakili negaranya sebagai pihak dari organisasi internasional tersebut.
Organisasi internasional hanya akan dibedakan menurut prinsip-prinsip
keanggotaanya yang akan dianut prinsip-prinsip keanggotaan itu antara lain
sebagai berikut.
a). Prinsip Universitas (University)
Prinsip ini dianut oleh PBB
termasuk badan-badan khusunya yang keanggotaanya tidak membedakan besar atau
kecilnya suatu Negara meskipun untuk menjadi anggota dari organisasi jenis ini
masih mempunyai syarat-syarat tertentu lainnya. Dalam pasal 4 Piagam PBB bahwa
keanggotaan PBB terbuka untuk semua Negara yang cinta damai yang menerima
kewajiban-kewajiban internasional dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas
rekomendasi Dewan Keamanan.
b). Prinsip Kedekatan Wilayah (Geographic Proximity)
Prinsip kedekatan wilayah
memiliki anggota yang dibatasi pada Negara-negara yang berada di wilaya
tertentu saja. Misalnya, ASEAN meliputi keanggotaan tidak hanya 6 negara
melainkan pula termasuk 4 negara lainnya seperti Vietnam, Kamboja, Laos, dan
Myanmar. Negara di luar kawasan tersebut tidak dapat menjadi anggota. Contoh
lain adalah organisasi persatuan Afrika, Forum Pasifik Selatan, organisasi
Negara-negara Amerika , atau organisasi.
c). Prinsip Selektivitas (selectivity)
Selektif dari segi kebudayaan,
agama, etnis, pengalaman sejarah dan sesame produsen seperti Liga Arab,
organisasi negara-negara persemakmuran, Organisasi Konferensi Islam, OPEC, Masyarakat
Ekonom Eropa (MEE), Persemakmuran Negara-Negara Merdeka dan persyaratan
selektif lainnya.
2). Organisasi Internasional
Privat (Private Internasional
Organization)
Organisasi ini dibentuk atas
dasar mewujudkan lembaga yang independen factual, atau demokrasi, karena itu
sering disebut organisasi nonpemerintahan (Non
Government Organization, NGO) atau
biasa kita sebut Lembaga Swadaya Masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
Dalam kaintannya dengan organisasi internasional, NGO dapat memperoleh status
konsultatif, misalnya dalam pasal 71 piagam PBB memungkinkan bagi ECOSOC untuk
melakukan hal semacam itu dengan NGO yang mempunyai perhatian terhadap
masalah-masalah yang berada di bawah wewenangnya dan setelah berkonsultasi
dengan anggotanya dapat menentukan organisasi-organisasi nonpemerintahan yang
patut memperoleh kedudukan konsultatif tersebut.
Bagi NGO-NGO yang mempunyai
status konsultatif dibagi dalam 3 kelompok.
Pertama,
Kelompok NGO yang mempunyai
perhatian utama dalam hamper semua kegiatan ECOSOC, seperti international
chamber of commerce, world federation of U.N. Association. Bahkan di dalam
kelompok ini dapat memasukan mata acara dalam agenda sidang ECOSOC .
Kedua,
Kelompok NGO yang mempunyai
wewenang tertentu dan menangani secara khusus beberapa masalah yang termasuk di
dalam kegiatan ECOSOC seperti Amnesty
International, International Commision of Jurists.
Ketiga,
Kelompok NGO yang tercatat
sebagai badan-badan konsultatif secara ad
hoc, seperti American Foreign
Insurance Assosiation, World Assosiation of Girls Guides and Girls Scout.
3). Organisasi Regional atau
Sub-Regional
Pembentukan organisasi maupun
sub-regional anggotanya didasarkan atas prinsip kedekatan wilayah, seperti South Pacific Forum, South Asian
Regional Cooperation, Gulf Cooperation Council, Union Arab Maghreb, atau
OAU. Kaitan organisasi regional tersebut dengan PBB telah mengatur dalam Bab
VIII pasal 52 khususnya yang berkaitan dengan kewajiban organisasi-organisasi
regional untuk ikut serta dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan regional
dan untuk menyelesaikan pertikaian local secara damai sebelum diajukan ke Dewan
Keamanan.
4). Organisasi yang Bersifat
Universal
Pada umumnya organisasi
internasional yang bersifat lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya
seluas mungkin tidak peduli apakah Negara itu besar atau kecil, kuat atau
lemah, karena itu prinsip persamaan kedaulatan merupakan factor penting dengan
menggunakan hak suara yang sama. PBB termasuk badan-badan khusus dapat
digolongkan dalam jenis organisasi ini.
Prof.
Henry G. Schremer
telah memberikan 3 (tiga) ciri umum bagi jenis organisasi ini.
a).
University, suatu organisasi yang
biasanya bergerak dengan kegiatan yang luas. Organisasi dengan ciri ini
seharusnya tidak memberikan persyaratan-persyaratan berat bagi keanggotaanya
disamping tidak akan mengenakan sanksi
untuk mengusir anggotanya.
b).
Ultimate necessity, menyangkut
berbagai aspek kehidupan internasional yang sangat luas yang diperlukan oleh
semua Negara seperti masalah cuaca, pelayaran, penerbangan dan lain-lain.
Organisasi ini lebih berbentuk teknis seperti badan-badan khusus PBB yang ada.
c). Heterogenity, karena anggotanya yang
luas maka akan mempunyai perbedaan pandangan, baik di bidang politik maupun
tingkat perekonomiannya serta budaya yang berbeda-beda. Dalam sifatnya yang
heterogen itu bagi Negara anggota yang mempunyai penduduk yang besar akan
mempunyai hak suara yang sama dengan Negara yang penduduknya kecil.
Organisasi
internasional seperti perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi butuh
internasional (ILO) mempunyai hak-hak dan kewajban-kewajiban yang ditetapkan
dalam konvensi-konvensi internasional.
Mahkamah
internasional menyatakan bahwa PBB dan organisasi seperti Badan-Badan Khusus
PBB sebagai subjek hukum menurut hukum internasional tidak usah lagi diragukan.
Badan-Badan Khusu PBB itu antara lain Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO); Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO); Organisasi Kesehatan seluruh dunia (WHO);
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO); Bank
Pembangunan dan Perkembangan Internasional (IBRD); Dana Anak-anak Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNNICEF).
5). Orang Perorangan (individu)
Dalam Perjanjian Perdamaian Versailles 1919 yang mengakhiri Perang Dunia
I antara Jerman dengan Inggris dan Prancis serta masing-masing sekutunya, sudah
ada pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke muka
mahkamah-mahkamah arbitrase internasional, sehingga tidak hanya Negara yang
bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan internasional.
Dari ketentuan-ketentuan
tersebut, maka individu dijadikan sebagai subjek hukum internasional bertujuan
untuk melindungi hak minoritasnya.
6). Pemberontakan dan Pihak dalam
sengketa menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak
sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu.
Misalnya, gerakan pembebasan palestina (PLO). Para pemberontak dan pihak yang
bersengketa dianggap sebagai salah satu subjek hukum karena memiliki beberapa
hak asasi seperti hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk secara bebas
memilih system ekonomi, politik dan social budaya sendiri dan hak untuk
menguasai sumber kekayaan alam dari wilayan yang didudukinya.
Sumber Hukum
Internasional
Sumber hukum
internasional, dapat dibedakan antara sumber hukum material dan sumber hukum
formal. Seumber hukum material adalah sumber hukum yang membahas dasar
berlakunya hukum suatu Negara, sedangkan sumber hukum formal adalah sumber dari
mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Brierly, sumber hukum internasional
dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan memiliki otoritas
tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh mahkamah internasional di
dalam memutuskan suatu sengketea internasional adalah pasal 38 piagam mahkamah
internasional pasal 38, adalah sebagai berikut.
a. Perjanjian internasional (traktat=treaty).
b. Kebiasaan-kebiasaan
internasional yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagi hukum.
c. Asas-asas umum hukum yang
diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
d. Keputusan-keputusan hakim dan
ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat
tambahan untuk menentukan hukum.
e. Pendapat-pendapat para ahli
hukum yang terkemuka.
Sumber : buku kewarganegaraan 2,
menuju masyarakat madani. Penerbit Yudhistira